inditourist.com |
Museum Sangiran adalah museum arkeologi yang terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Museum ini berdekatan dengan area situs fosil purbakala Sangiran yang merupakan salah satu Situs Warisan Dunia. Situs Sangiran memiliki luas mencapai 56 km² meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta Kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Situs Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran
yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu , sekitar 17 km dari kota Solo.
Awalnya sangiran merupakan lautan dangkal. Pada saat itu keadaan bumi masih belum stabil seperti sekarang, di beberapa bagian bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam perut bumi yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen. Sangiran juga mengalami hal serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari dalam bumi) terjadi pengangkatan dan pelipatan pada permukaan laut Sangiran. Ada empat lipatan di lapisan tanah Sangiran. Akibat pelipatan permukaan maka terbentuklah daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan tersebut sehingga menjadi danau dan rawa-rawa.
Sungai
Cemara yang menyayat kubah Sangiran yang berbermuara ke Bengawan Solo sejak lama
menoreh perbukitan sekitar dan
mendepositkan sejumlah temuan .Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama
kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus
Erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo
erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald . Fosil manusia
purba Homo erectus. Benda itu berasal dari Kala Plestosen Bawah dan Kala
Plestosen Tengah. Homo erectus mempunyai rentang waktu 1,5 juta tahun
hingga 0,3 juta tahun yang lalu. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 100
individu Homo erectus. Sungguh fantastis
Sangiran mengukuhkan sebagai situs terlengkap di dunia karena
menyumbang sekitar 65% fosil manusia purba Indonesia dan 50% dari jumlah takson
Homo Erectus di seluruh dunia.
Kemampuan Homo erectus untuk
membuat alat sudah jauh lebih maju daripada manusia purba di belahan dunia
lain. Mereka tidak hanya melakukan pemangkasan, tetapi juga telah mengembangkan
bentuk dan teknologi tertentu, misalnya kapak genggam seperti segi tiga atau
oval, yang lebih modern dari kapak parimbas yang dihasilkan oleh manusia purba
di Afrika. Kapak genggam berfungsi sebagai alat pembelah, penusuk atau penetak yang sangat tajam. Alat ini merupakan masterpiece
karya Homo erectus. Sebagai pemburu ulung. Di antara berbagai peralatan, keberadaan bola
batu di Sangiran dinilai penting. Alat
ini digunakan untuk berburu. Para pakar beranggapan artefak itu terbentuk
secara alamiah sebagai akibat dari proses pelapukan.
Sangiran sebagai laboratorium alam
terlengkap dan mendunia bagi para
ilmuwan. Situs ini mampu menunjukkan
berbagai lapisan tanah dan memperlihatkan interaksi kehidupan manusia dengan lingkungannya.
Sehingga, UNESCO menganggap Situs Sangiran
sebagai salah satu dari “situs kunci” yang dapat memberikan gambaran dan
pemahaman tentang proses evolusi manusia, budaya, dan lingkungannya selama dua
juta tahun tanpa terputus , sehingga para ahli dapat merangkai benang merah sebuah sejarah yang pernah
terjadi di Sangiran secara berurutan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5
Maret 1977. Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage Site
UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di
Merida, Mexico yang menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage
Site (situs warisan dunia) No. 593. Pada 1996 situs ini ditetapkan sebagai warisan budaya dunia dengan nama ‘Sangiran Early Man Site’
Selain berwisata musium ini juga untuk pusat studi peradaban kita ratusan tahun yang lalu. Bangsa
Indonesia patut berbangga . Tetapi kita tidak boleh puas di
titik ini, musium ini hendaknya menginspirasi pengembangan pemanfaatan
tinggalan masa lampau yang begitu sarat di Nusantara.
Berawal dari terbentuknya jagat
raya, kehidupan purba dan perkembangannya sampai saat ini semua ada di Sangiran
. Di Sangiran pula terjadi kejutan besar
yang menakjubkan. Selain fosil dinosaurus, Sangiran pun pernah dikuasai penghuni rawa, yaitu buaya. Pada periode 1,7 juta hingga 0,9 juta tahun
yang lalu. Tengkorak buaya tersebut memiliki
rahang atas dan rahang bawah yang masih relatif lengkap. Giginya terlihat besar dan kuat. Koleksi
yang tersimpan di museum ini mencapai 13.809 buah yang tersimpan pada dua
tempat yaitu 2.931 tersimpan di ruang pameran dan 10.875 di dalam ruang
penyimpanan. Terdapat tiga ruang pamer yang cukup besar berkelas internasional.
Dan saat ini ada pengembangan untuk ruang pamer empat di sebelah timur museum.
Di setiap ruang pamer didesain seperti
observarium. Interior Museum Sangiran memaparkan perjalanan dari satu masa ke
masa lainnya. Pengunjung lebih mudah
untuk memahami apa yang disajikan di dalam museum. Informasi diberikan dengan
sangat runtut. Fasilitas audio visual disediakan di setiap ruang oleh pihak
pengelola museum, sehingga pembelajaran terasa jauh lebih menarik dan
nyaman karena ber-AC.
Selain fosil manusia purba, di museum tersebut juga dipamerkan berbagai fosil binatang purba. Diantaranya fosil gajah purba yang terdiri dari type Elephas, Stegodon , Mastodon , kerbau (Bubalus palaeokarabau), harimau (Felis palaeojavanica), babi (Sus sp), badak (Rhinocerus sondaicus), sapi atau bateng (Bovidae), rusa (Cervus sp), serta kuda nil (Hippopotamus sp). Ada juga ikan, kepiting, gigi ikan hiu, moluska (Pelecypoda dan Gastropoda ), serta kura-kura (Chelonia sp),reptil, kuda nil (Hippopotamus), kambing (Duboisia santeng dan Epiloptobos)
Sebuah kesimpulan besar , nenek moyang orang Indonesia datang kemudian
sebelum Nusantara dipisahkan oleh lautan. Terpisahnya daratan Nusantara oleh
lautan, membuat semua terpisah dan mengadaptasikan diri dengan geografis masing-masing, ini salah satu penyebab kebhinekaan bangsa
Indonesia. “Manusia tidak hanya membentuk
bahan yang tersedia, tetapi menciptakan yang belum ada. Budaya manusia didapat dari proses belajar, bukan naluri seperti mahluk lain. Dengan
belajar , manusia dapat menambah pengetahuan, ketrampilan dan tidak mengulangi
kesalahan yang pernah dilakukan”. Kita berasal dari nenek moyang sama. Mari menerawang masa lalu, bagaimana
perjuangan nenek moyang sehingga kita eksis sampai saat ini. Belajar dari sejarah evolusi manusia kita
dihadapkan pada dua pilihan, “bertahan
atau Punah”. Sangiran sudah menjawabnya.!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar